shio to peppaa

Do not count your blessings; substract them.

Being Smart? Siapa Takut!


Smart atau bahasa kerennya cerdas, dulu sih kalau bisa masuk ranking 5 besar di kelas atau kalau nilai A berentet di kertas transkrip, nah itu namanya smart! :p

Sekarang sudah menikah dan dianugerahi 2 jagoan, jadi punya definisi agak berbeda soal kosa kata smart ini. Ketika otak yang sudah dilatih dengan semua pelajaran yang sudah dikenyam selama bertahun-tahun di bangku sekolah dan kuliah bisa dipakai untuk berfikir bagaimana menghadapi (baca: mendidik) dua jagoan yang ceriwis, nah baru sekarang saya merasa smart (emak emak mode on).

Lebih luasnya sebenarnya adalah definisi smart versi saya yang sekarang ini adalah ketika semua ilmu yang sudah kita serap bisa kita sebarkan ke orang lain. Yang terdekat ya anak, suami. Selanjutnya lingkungan sekitar kita. Orang pintar banyak, tapi orang pintar yang bisa dan MAU membuat orang lain ikut pintar itu yang sulit dicari.

Saat ini kita dihadapkan pada lingkungan dimana banyak orang yang terlihat atau merasa smart. Katanya smart, tapi buang sampah masih dimana saja. Mengaku smart, tapi masih anti dengan kata antre. Protes keras kalau dikatakan tidak smart, tapi kok ya masih menyerobot jalur busway tanpa rasa bersalah.

Ngomong-ngomong soal antre, jadi teringat cerita suami yang sekarang bekerja sebagai pengajar di salah satu institut paling beken di Tanah Air. Ini cerita ketika suami sedang berada di dalam lift. Ketika sudah sampai di lantai yang dituju dan pintu lift mulai terbuka, langsung saja para mahasiswa masuk ke dalam lift tanpa menunggu suami yang akan turun untuk keluar terlebih dahulu. Kontan saja suami langsung mengusir para mahasiswa (yang katanya) pilihan, terbaik seantero Tanah Air tersebut untuk keluar lagi dari lift dan meminta mereka menunggu yang di dalam lift keluar terlebih dahulu. Itu perilaku mahasiswa di institut (yang sekali lagi, katanya) terbaik di Tanah Air loh!

Saat ini kita dihadapkan pada lingkungan dimana anak-anak kita dituntut untuk menjadi smart dengan mengajarkan mereka segala materi intelektual sedini mungkin. Berbagai macam metode dan pendidikan anak usia dini, kursus, dan sejenisnya yang begitu menjamur untuk menjadikan anak-anak menjadi superkids. “Mumpung lagi dalam masa golden age, nih!” Begitu kata sebagian besar orang. Rasanya ingin balik teriak, “Betul! Justru karena dalam masa golden age ini anak-anak harus ditanamkan pendidikan value terus-menerus, besarkan porsi pendidikan value ini ketimbang pendidikan intelektual.”

Banyak orang-tua saat ini yang jauh lebih khawatir anaknya belum bisa membaca ketimbang belum bisa mengantre. Banyak orang-tua saat ini yang jauh lebih khawatir anaknya belum bisa berhitung ketimbang belum bisa membuang sampah pada tempatnya. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Well, just my two cents.

Kalau ditanya secara detil kapan sih saya merasa diri saya smart, jadi kepikiran untuk mendaftar apa saja yang sudah saya lakukan kepada dua bocah di rumah dan saya merasa sangat beruntung telah melakukan hal-hal (yang saya anggap) smart tersebut. Ma’af yak kalau agak narsis, hehe .. do’akan semoga selalu diluruskan niatnya menuliskan ini lebih untuk berbagi ketimbang untuk narsis :p

Pilih rumah dengan lingkungan ramah anak.

Hampir satu tahun saya dan suami survey rumah di kota kami hidup. Banyak sekali kami keluar masuk komplek sampai akhirnya menemukan satu komplek yang cocok di hati (walaupun agak berat di kantong). Prioritas tertinggi kami berikan kepada poin ramah anak. Walaupun dengan besaran uang yang sama kami bisa mendapatkan rumah dan tanah yang jauh lebih luas, tapi kami memutuskan untuk membuang jauh-jauh “nafsu” itu. Akhirnya kami memutuskan kalau rumah tidak perlu luas. Saat ini, taman umum yang luas di depan rumah menduduki prioritas yang lebih tinggi untuk kami. Terbukti sekarang, taman umum tersebut menjadi tempat “mangkal” anak-anak komplek bermain setiap sore, sehingga sangat mudah untuk saya mengawasi anak-anak yang sedang bermain di luar rumah, dari dalam rumah. Sangat mudah untuk saya mencuri dengar obrolan anak-anak yang sedang bermain di luar rumah, dari dalam rumah. Alhamdulillah.

Buang televisi dari rumah!

Huaa, ekstrimis!” Hehe … mungkin itu yang ada di pikiran banyak orang. “Televisi banyak juga loh manfaatnya, kan bisa pilih acara anak-anak atau berita. Lebih baik lagi kalau langganan tivi kabel” Begitu kata sebagian yang lain.

Setiap orang memiliki pilihannya masing-masing. Kondisi keluarga kami saat ini yang belum memungkinkan untuk berlangganan tivi kabel memutuskan untuk membuang saja televisi dari rumah. Acara anak-anak? Mungkin bagus sih, tapi iklannya??

Apakah anak-anak menjadi bosan? Ternyata ya enggak juga loh. Anak-anak malah jadi menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain sepeda di luar rumah. Keputusan pertama soal pemilihan rumah juga sangat membantu banyak dalam mempraktekkan keputusan kedua ini. Lingkungan yang sangat ramah anak membuat anak-anak bebas bermain di luar rumah dengan aman, insya Allah.

Buat timbunan buku di rumah!

BooksKalau barang-barang di dalam rumah kami kumpulkan berdasarkan kategori, buku pasti menempati posisi 3 besar jumlah terbanyak. Rasanya tidak perlu dibahas lagi kan ya mengapa buku menempati posisi yang penting untuk dijaga keberadaannya di dalam rumah? Apakah artinya anak-anak sudah harus kita “didik” untuk bisa membaca sedini mungkin? Buat saya sih tidak. Jauh lebih penting membuat anak-anak mencintai buku ketimbang “sekedar” bisa membaca buku. Kalau sudah cinta, apa sih yang sulit? *uhuk

Tanamkan “value” terlebih dahulu!

Kiku sayang temanTerima kasih”, “ma’af”, dan “silakan” adalah salah tiga dari sekian kosa kata yang harus diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Manfaatkan golden age untuk itu! Terkait dengan menimbun buku, saya mengusahakan untuk banyak menimbun buku tentang si value ini. “Aku Sayang Teman”, “Aku Suka Berterima Kasih”, “Aku Anak Jujur”, “Aku Belajar Membuang Sampah” adalah beberapa judul dari sekian banyak buku terkait value yang bertengger di rumah kami.  

Ah, untuk yang satu ini, saya juga masih dalam proses belajar. Semangat!

Ingat untuk memuji!

Kalau menghukum sih rasanya kok sudah naluriah yah :p Tapi untuk urusan memuji ini yang sering lupa. Ini sih pengakuan saya pribadi :p, seringkali merasa yang dilakukan anak adalah hal yang sudah seharusnya sehingga tidak merasa tindakannya harus diberi pujian 😦

Ketika anak membuang sampah di tempatnya, puji. Ketika anak berhasil menghabiskan makanannya tanpa sisa, puji. Ketika anak memasukkan pakaian kotor ke tempat seharusnya, puji. Dan seterusnya, dan seterusnya. Oh ya, jangan lupakan suami! Inget gak kapan terakhir memuji suami tercintah? 😉 😀

Again, just my two cents.

 

About sellymeliana

Ibu rumah tangga dengan satu suami dan tiga anak :D

4 comments on “Being Smart? Siapa Takut!

  1. Emak Gaoel
    23 Desember 2013

    Haloo, Emak Gaoel mampir ngecek-ngecek peserta.
    Terima kasih ya sudah ikut meramaikan Ultah Blog Emak Gaoel.
    Good luck! ^_^

    • sellymeliana
      2 Januari 2014

      Makasih juga udah dikasih kesempatan ikutan 🙂
      Semoga sukses ya acaranya 🙂

  2. yopi saputra
    11 Juni 2014

    ibuk ini yopi salah satu mahasiswa pub tapi belum pernah belajar sma ibuk secara langsung tapi melihat cerita ibuk yopi jadi kagum buk.. semoa nanti yopi klo sudah menikah bisa menrapkan ini semua.. amin
    #i proud with you

    • sellymeliana
      2 Juli 2014

      Halo Yopi.
      Yopi pernah dengar salah satu quote-nya Ibn al-Jawzi?

      Know that if people are impressed with you, in reality they are impressed with the beauty of Allah’s covering of your sins

      Nah, cocok itu buat saya 😉
      Tapi terima kasih yaa .. saya anggap itu sebagai pujian 😀

Tinggalkan komentar

Information

This entry was posted on 24 November 2013 by in Yuk, berbagi! and tagged , , .

Mesin Waktu